Di sebuah pinggir jalan raya, tampak dua pengemis cilik sedang meminta sedekah.
Mereka berjalan terus hingga bertemu dengan seorang petani yang sedang mengerjakan sawahnya, sang kakak bertanya pada petani tersebut, "Paman, tahukah anda dimanakah letak kebahagiaan?"
Sang petani menjawab, "Mulai dari sini teruslah berjalan ke depan, kalian akan melihat buah labu yang besar, asalkan kalian mengambilnya dan menggunakannya sebagai bantal maka kalian akan merasa bahagia."
Setelah mengucapkan terima kasih, mereka melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan sang kakak mengomel, "Aku tidak percaya pada omongan paman petani itu, mana ada urusan sesederhana itu."
"Kak, sekarang ini kita keliling ke segala penjuru tidak tahu arah mana yang dituju, tidak ada salahnya kita mencoba mengikuti petunjuk paman petani tadi", adiknya pun terus menarik-narik tangan si kakak. Si kakak masih mengeluh, "Aku sangatlah lapar, sudah tidak sanggup berjalan lagi."
Disaat mereka duduk dengan kelelahan dan kelaparan yang sangat, lewatlah seorang bibi yang memandang mereka dengan iba.
Bibi itu berkata, "Kalian berasal dari mana?" Sang adik bertanya pada bibi tersebut, "Bibi yang baik hati, tahukah anda di mana letak buah labu yang bisa membuat bahagia?" Sang kakak juga berkata, "Bibi, kami adalah dua anak yatim piatu yang sedang kelaparan, mohon Bibi sudi memberikan kami sedikit makanan."
Si bibi berkata, "Kalian seperti anakku yang telah meninggal, ikutlah aku pulang, aku akan memberi kebahagiaan pada kalian." Mereka berdua tentu saja sangat gembira, langsung saja memanggil "Ibu" pada bibi tersebut.
Sepuluh tahun kemudian, kedua pengemis itu telah tumbuh dewasa, tetapi karakter mereka berdua sangatlah berlawanan.
Suatu hari saat makan, sang adik berkata pada kakaknya, "Kak, kalau makan, janganlah boros."
Sang kakak menjawab dengan nada tidak senang, "Kenapa kamu selalu mencampuri urusanku? Sekarang ibu sudah meninggal, saya mau melakukan apapun yang kusuka."
Sambil berkata demikian, dia membuang sepotong paha ayam ke lantai.
Suatu senja, sang adik membaca buku, kemudian merenung sejenak, "Tinggal di sini memang sangat nyaman, makan tidur semua terjamin, tetapi aku tidak merasakan kebahagiaan."
Tiba-tiba dia teringat perkataan si petani itu, "Oh iya.., labu.. saya akan menanam labu!"
Segera si adik menanam bibit labu, ketika labu telah tumbuh besar, dia memotongnya dan menjadikan sebagai bantal tidur, berharap mendapat kebahagiaan.
Tapi sang adik tidak bisa tidur nyenyak dengan bantal barunya, "Aduh, kepalaku tergelincir jatuh lagi, mengunakan labu sebagai bantal sungguh tidak dapat tidur nyenyak. Baiklah, karena sudah terlanjur bangun, saya akan mulai bekerja."
Karena tidak tahan dengan kelakuan sang kakak yang rakus dan malas, si adik meninggalkan rumah dan hidup sendiri sambil bertani labu.
Berkat kerajinan sang adik, dia tidak hanya mampu membeli tanah, namun juga telah mempersunting istri dan membeli rumah kecil.
"Suamiku, bantalmu sungguh aneh", kata si istri.
Si suami menjawab, "Oh, ini bantal labu. Saya telah terbiasa mengunakannya untuk tidur. Yah..saya mengerti sekarang".
Si istri terkaget, "Apanya yang dimengerti?"
Suami menjelaskan, "Sekarang saya mengerti, waktu kecil, saya pernah bertemu dengan seorang petani yang mengatakan tidur beralaskan labu akan mendatangkan kebahagiaan. Saya sekarang sangat bahagia, hal ini karena tidur dengan bantal labu ini khan."
Si istri pun tersenyum, "Tidur dengan bantal labu, membuat orang tidak dapat tidur nyenyak sehingga lebih rajin bekerja. Kebahagiaan didapat berkat rajin bekerja."
Sepasang suami istri sepakat untuk berderma menolong fakir miskin agar dapat berbagi kebahagiaan yang didapat dari bantal labu pada mereka. Sedang sang kakak yang rakus namun malas bekerja, setelah menghabiskan semua harta yang ada menjadi orang yang tidak mempunyai apapun lagi.
Labu Kebahagiaan
Reviewed by Arip Pujangga
on
19.16
Rating:
Tidak ada komentar: